A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang
terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim
dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah
Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid
disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus
abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan
gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type
A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai
berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi
typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih
terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1
tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan
kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke
dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada
typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
4. Manifestasi Klinik
Masa
tunas typhoid 10 – 14 hari
a) Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b) Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
5. Komplikasi
a) Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
b) Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler :
kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2. Komplikasi darah : anemia
hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia,
empiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi pada hepar dan kandung
empedu : hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus
nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang :
osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik :
delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain
bare dan sidroma katatonia.
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1. Klien diistirahatkan 7 hari
sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak
ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b.
Diet.
1. Diet yang sesuai ,cukup kalori
dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat
diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur
kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa
setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1. Klorampenikol
2. Tiampenikol
3. Kotrimoxazol
4. Amoxilin dan ampicillin
7. Pencegahan
Cara
pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum
susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air
sampai mendidih dan hindari makanan pedas
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di
dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT
dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila
biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium
berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik
dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada
saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama
perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella
thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti
mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah
mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi,yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi,yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari
ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor
– faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan
klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat
menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama
perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1
minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu :
ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat
menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan
antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat
pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau
kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan
antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa
: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H
dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2
tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi
kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan
klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil
uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana
terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit
infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular
salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa
spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies
yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen :
konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan
untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi
suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari
strain lain.
9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai
organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau
dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak
wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk
dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1. Loncat tali
2. Badminton
3. Memukul
4. Motorik kasar di bawah kendali
kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan.
b. Motorik halus
1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1. Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3. Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
1. Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3. Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung
dan kata depan
3. Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
3. Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
10. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
- Kebiasaan sehari-hari berubah
- Pemberian obat kimia
- Kebiasaan sehari-hari berubah
- Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12
tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya
terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya
peraturan
Rumah sakit
B.ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.
1. Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
1) Ketidakseimbangan volume cairan
dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
2) Gangguan pemenuhan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
3) Hipertermi b.d proses infeksi
salmonella thypi.
4) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
5) Kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak
adekuat.
3.
Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
Diagnosa. 1
Resti
gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran
mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal,
tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko
tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji
pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan
tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap
hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal
seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi
untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht
dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik
seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria
hasil
Suhu,
nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi
suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri
kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal
bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat
menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak
mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria
hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria
hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4.
Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar