A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi/peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dengan dinding yang terdiri dari membran mukosa.
2. ETIOLOGI
§ Sinusitis akut
Penyebabnya dapat virus, bakteri, atau jamur. Menurut Gluckman, kuman penyebab sinusitis akut tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae yang ditemukan pada 70% kasus.
Dapat disebabkan rinitis akut; infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut; infeksi gigi molar M1, M2, M3 atas, serta premolar P1, P2; berenang dan menyelam; trauma; dan barotrauma.
Faktor predisposisi obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, benda asing di hidung, tumor, atau polip. Juga rinitis alergi, rinitis kronik, polusi lingkungan, udara dingin dan kering.
§ Sinusitis kronik
Polusi bahan kimia, alergi, dan defisiensi imunologik menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan ini mempermudah terjadinya infeksi. Terdapat edema konka yang mengganggu drainase sekret, sehingga silia rusak, dan seterusnya. Jika pengobatan pada sinusitis akut tidak adekuat, maka akan terjadi infeksi kronik.
3. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan utama dari pasien bervariasi, akan tetapi semuanya berkaitan dengan nyeri dan tekanan pada sinus yang disertai dengan sakit kepala.
§ Pada sinusitis akut, pasien akan mengalami nyeri yang amat sangat dan sifatnya menetap.
§ Pada sinusitis kronis, sering tidak nyeri dan sifatnya bisa menetap atau bisa juga hilang timbul (intermiten). Tekanan dan nyeri yang dirasa akan semakin memberat dalam 3-4 jam setelah bangun tidur, karena akumulasi eksudasi pada sinus. Gejala lainnya menunjukkan adanya demam, sakit tenggorokan, postnasal drips, dan aliran sekret dari nasal.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa meliputi pemeriksaan dengan menggunakan transiluminasi yaitu dengan cara lampu senter yang menyala ditempelkan diatas sinus maksila dengan mulut dalam keadaan tertutup untuk mengamati cahaya terang pada ruangan sinus yang normal karena sinus normal hanya terisi udara. Apabila ditemukan daerah yang gelap menandakan adanya sekresi purulen dan penyumbatan sinus. Pemeriksaan dengan sinar-X pada sinus dan endoskopi nasal juga bisa dilakukan, akan tetapi ini lebih jarang dilakukan, kecuali pasien memiliki penyakit kronis dan berulang.
Tomografi komputer diindikasikan untuk evaluasi sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi, sinusitis dengan komplikasi, evaluasi preoperatif, dan jika ada dugaan keganasan. Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih baik daripada tomografi komputer dalam resolusi jaringan lunak dan sangat baik untuk membedakan sinusitis karena jamur, neoplasma, dan perluasan intrakranialnya, namun resolusi tulang tidak tergambar baik dan harganya mahal.
5. PENATALAKSANAAN
§ Sinusitis akut
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah untuk mengontrol infeksi, memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Antibiotik pilihan untuk kondisi ini adalah amoksisilin dan ampisilin. Alternatif bagi pasien yang alergi terhadap penisilin adalah trimetoprim/sulfametoksazol (kekuatan ganda) (Bactrim DS, Spetra DS). Dekongestan oral atau topikal dapat saja diberikan. Kabut dihangatkan atau diirigasi salin juga dapat efektif untuk membuka sumbatan saluran, sehingga memungkinkan drainase rabas purulen. Dekongestan oral yang umum adalah Drixoral dan Dimetapp. Dekongestan topikal yang umum diberikan adalah Afrin dan Otrivin. Dekongestan topikal harus diberikan dengan posisi kepala pasien ke belakang untuk meningkatkan drainase maksimal. Jika pasien terus menunjukkan gejala setelah 7-10 hari, maka sinus perlu diirigasi.
§ Sinusitis kronis
Penatalaksanaan medis sinusitis kronik sama seperti penatalaksanaan sinusitis akut. Pembedahan diindikasikan pada sinusitis kronis untuk memperbaiki deformitas struktural yang menyumbat ostia (ostium) sinus. Pembedahan dapat mencakup eksisi atau kauterisasi polip, perbaikan penyimpangan septum, dan menginsisi serta mendrainase sinus.
Sebagian pasien dengan sinusitis kronis parah mendapat kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim yang kering.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan pasien yang lengkap yang menunjukkan kemungkinan tanda dan gejala sakit kepala, sakit tenggorok, dan nyeri sekitar mata dan pada kedua sisi hidung, kesulitan menelan, batuk, suara serak, demam, hidung tersumbat, dan rasa tidak nyaman umum dan keletihan. Menetapkan kapan gejala mulai timbul, apa yang menjadi pencetusnya, apa jika ada yang dapat menghilangkan atau meringankan gejala tersebut, dan apa yang memperburuk gejala tersebut adalah bagian dari pengkajian, juga mengidentifikasi setiap riwayat alergi atau adanya penyakit yang timbul bersamaan.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi.
2. Nyeri b/d iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi.
3. Gangguan komunikasi verbal b/d iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau pembengkakan.
4. Defisit volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis yang berkaitan dengan demam.
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit yang diderita dan pengobatannya.
III. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi.
Tujuan: Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.
Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan. Tawarkan air hangat daripada dingin.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
2) Ciptakan lingkungan yang lembab dengan vaporizer ruangan atau menghirup uap.
R/ Mengencerkan sekresi dan mengurangi inflamasi membran mukosa.
3) Instruksikan posisi yang terbaik, mis: posisi tegak.
R/ Meningkatkan drainase dari sinus.
2. Nyeri b/d iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi.
Tujuan: Nyeri teratasi atau berkurang.
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10.
R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
2) Catat lokasi dan faktor-faktor pencetus nyeri.
R/ Membantu dalam menentukan penanganan/manajemen nyeri dan keefektifan asuhan.
3) Sarankan pasien untuk istirahat.
R/ Membantu menghilangkan rasa tidak nyaman umum atau demam.
4) Dorong pasien untuk menggunakan analgesik, seperti asetaminofen (Tylenol) dengan kodein, sesuai yang diresepkan.
R/ Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari ‘puncak’ periode nyeri dan kenyamanan/koping emosi.
3. Gangguan komunikasi verbal b/d iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau pembengkakan.
Tujuan: Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.
Intervensi:
1) Tentukan apakah pasien mempunyai gangguan komunikasi lain, contoh pendengaran, penglihatan, literasi.
R/ Adanya masalah lain akan mempengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi.
2) Berikan cara-cara yang cepat dan kontinu untuk memanggil perawat, contoh lampu/bel pemanggil.
R/ Pasien memerlukan keyakinan bahwa perawat waspada dan akan berespon terhadap panggilan.
3) Berikan pilihan cara berkomunikasi yang tepat bagi kebutuhan pasien, mis:papan dan pensil, magic slate, papan alfabet/gambar, bahasa isyarat.
R/ Memungkinkan pasien untuk menyatakan kebutuhan/masalah.
4) Instruksikan pasien untuk tidak berbicara / menghindari pembicaraan sedapat mungkin.
R/ Regangan pita suara lebih lanjut dapat menghambat pulihnya suara dengan sempurna.
4. Defisit volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis yang berkaitan dengan demam.
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Anjurkan pasien untuk minum 2 sampai 3 liter cairan sehari (kecuali ada kontraindikasi).
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit yang diderita dan pengobatannya.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada pasien tentang proses penyakitnya.
R/ Menambah pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
2) Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
R/ Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas.
3) Instruksikan pasien tentang pentingnya tindakan kesehatan yang baik, diet yang bergizi, olahraga yang sesuai, istirahat serta tidur yang cukup.
R/ Mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi pernapasan.
4) Instruksikan pasien tentang cara mencegah infeksi silang pada anggota keluarga ataupun orang lain.
R/ Mencegah penyebaran infeksi.
IV. EVALUASI
1. Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.
2. Nyeri teratasi atau berkurang.
3. Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.
4. Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
5. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta
1. DEFINISI
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi/peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dengan dinding yang terdiri dari membran mukosa.
2. ETIOLOGI
§ Sinusitis akut
Penyebabnya dapat virus, bakteri, atau jamur. Menurut Gluckman, kuman penyebab sinusitis akut tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae yang ditemukan pada 70% kasus.
Dapat disebabkan rinitis akut; infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut; infeksi gigi molar M1, M2, M3 atas, serta premolar P1, P2; berenang dan menyelam; trauma; dan barotrauma.
Faktor predisposisi obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, benda asing di hidung, tumor, atau polip. Juga rinitis alergi, rinitis kronik, polusi lingkungan, udara dingin dan kering.
§ Sinusitis kronik
Polusi bahan kimia, alergi, dan defisiensi imunologik menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan ini mempermudah terjadinya infeksi. Terdapat edema konka yang mengganggu drainase sekret, sehingga silia rusak, dan seterusnya. Jika pengobatan pada sinusitis akut tidak adekuat, maka akan terjadi infeksi kronik.
3. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan utama dari pasien bervariasi, akan tetapi semuanya berkaitan dengan nyeri dan tekanan pada sinus yang disertai dengan sakit kepala.
§ Pada sinusitis akut, pasien akan mengalami nyeri yang amat sangat dan sifatnya menetap.
§ Pada sinusitis kronis, sering tidak nyeri dan sifatnya bisa menetap atau bisa juga hilang timbul (intermiten). Tekanan dan nyeri yang dirasa akan semakin memberat dalam 3-4 jam setelah bangun tidur, karena akumulasi eksudasi pada sinus. Gejala lainnya menunjukkan adanya demam, sakit tenggorokan, postnasal drips, dan aliran sekret dari nasal.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa meliputi pemeriksaan dengan menggunakan transiluminasi yaitu dengan cara lampu senter yang menyala ditempelkan diatas sinus maksila dengan mulut dalam keadaan tertutup untuk mengamati cahaya terang pada ruangan sinus yang normal karena sinus normal hanya terisi udara. Apabila ditemukan daerah yang gelap menandakan adanya sekresi purulen dan penyumbatan sinus. Pemeriksaan dengan sinar-X pada sinus dan endoskopi nasal juga bisa dilakukan, akan tetapi ini lebih jarang dilakukan, kecuali pasien memiliki penyakit kronis dan berulang.
Tomografi komputer diindikasikan untuk evaluasi sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi, sinusitis dengan komplikasi, evaluasi preoperatif, dan jika ada dugaan keganasan. Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih baik daripada tomografi komputer dalam resolusi jaringan lunak dan sangat baik untuk membedakan sinusitis karena jamur, neoplasma, dan perluasan intrakranialnya, namun resolusi tulang tidak tergambar baik dan harganya mahal.
5. PENATALAKSANAAN
§ Sinusitis akut
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah untuk mengontrol infeksi, memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Antibiotik pilihan untuk kondisi ini adalah amoksisilin dan ampisilin. Alternatif bagi pasien yang alergi terhadap penisilin adalah trimetoprim/sulfametoksazol (kekuatan ganda) (Bactrim DS, Spetra DS). Dekongestan oral atau topikal dapat saja diberikan. Kabut dihangatkan atau diirigasi salin juga dapat efektif untuk membuka sumbatan saluran, sehingga memungkinkan drainase rabas purulen. Dekongestan oral yang umum adalah Drixoral dan Dimetapp. Dekongestan topikal yang umum diberikan adalah Afrin dan Otrivin. Dekongestan topikal harus diberikan dengan posisi kepala pasien ke belakang untuk meningkatkan drainase maksimal. Jika pasien terus menunjukkan gejala setelah 7-10 hari, maka sinus perlu diirigasi.
§ Sinusitis kronis
Penatalaksanaan medis sinusitis kronik sama seperti penatalaksanaan sinusitis akut. Pembedahan diindikasikan pada sinusitis kronis untuk memperbaiki deformitas struktural yang menyumbat ostia (ostium) sinus. Pembedahan dapat mencakup eksisi atau kauterisasi polip, perbaikan penyimpangan septum, dan menginsisi serta mendrainase sinus.
Sebagian pasien dengan sinusitis kronis parah mendapat kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim yang kering.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan pasien yang lengkap yang menunjukkan kemungkinan tanda dan gejala sakit kepala, sakit tenggorok, dan nyeri sekitar mata dan pada kedua sisi hidung, kesulitan menelan, batuk, suara serak, demam, hidung tersumbat, dan rasa tidak nyaman umum dan keletihan. Menetapkan kapan gejala mulai timbul, apa yang menjadi pencetusnya, apa jika ada yang dapat menghilangkan atau meringankan gejala tersebut, dan apa yang memperburuk gejala tersebut adalah bagian dari pengkajian, juga mengidentifikasi setiap riwayat alergi atau adanya penyakit yang timbul bersamaan.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi.
2. Nyeri b/d iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi.
3. Gangguan komunikasi verbal b/d iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau pembengkakan.
4. Defisit volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis yang berkaitan dengan demam.
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit yang diderita dan pengobatannya.
III. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi.
Tujuan: Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.
Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan. Tawarkan air hangat daripada dingin.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
2) Ciptakan lingkungan yang lembab dengan vaporizer ruangan atau menghirup uap.
R/ Mengencerkan sekresi dan mengurangi inflamasi membran mukosa.
3) Instruksikan posisi yang terbaik, mis: posisi tegak.
R/ Meningkatkan drainase dari sinus.
2. Nyeri b/d iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi.
Tujuan: Nyeri teratasi atau berkurang.
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10.
R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
2) Catat lokasi dan faktor-faktor pencetus nyeri.
R/ Membantu dalam menentukan penanganan/manajemen nyeri dan keefektifan asuhan.
3) Sarankan pasien untuk istirahat.
R/ Membantu menghilangkan rasa tidak nyaman umum atau demam.
4) Dorong pasien untuk menggunakan analgesik, seperti asetaminofen (Tylenol) dengan kodein, sesuai yang diresepkan.
R/ Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari ‘puncak’ periode nyeri dan kenyamanan/koping emosi.
3. Gangguan komunikasi verbal b/d iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau pembengkakan.
Tujuan: Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.
Intervensi:
1) Tentukan apakah pasien mempunyai gangguan komunikasi lain, contoh pendengaran, penglihatan, literasi.
R/ Adanya masalah lain akan mempengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi.
2) Berikan cara-cara yang cepat dan kontinu untuk memanggil perawat, contoh lampu/bel pemanggil.
R/ Pasien memerlukan keyakinan bahwa perawat waspada dan akan berespon terhadap panggilan.
3) Berikan pilihan cara berkomunikasi yang tepat bagi kebutuhan pasien, mis:papan dan pensil, magic slate, papan alfabet/gambar, bahasa isyarat.
R/ Memungkinkan pasien untuk menyatakan kebutuhan/masalah.
4) Instruksikan pasien untuk tidak berbicara / menghindari pembicaraan sedapat mungkin.
R/ Regangan pita suara lebih lanjut dapat menghambat pulihnya suara dengan sempurna.
4. Defisit volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis yang berkaitan dengan demam.
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Anjurkan pasien untuk minum 2 sampai 3 liter cairan sehari (kecuali ada kontraindikasi).
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit yang diderita dan pengobatannya.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada pasien tentang proses penyakitnya.
R/ Menambah pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
2) Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
R/ Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas.
3) Instruksikan pasien tentang pentingnya tindakan kesehatan yang baik, diet yang bergizi, olahraga yang sesuai, istirahat serta tidur yang cukup.
R/ Mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi pernapasan.
4) Instruksikan pasien tentang cara mencegah infeksi silang pada anggota keluarga ataupun orang lain.
R/ Mencegah penyebaran infeksi.
IV. EVALUASI
1. Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.
2. Nyeri teratasi atau berkurang.
3. Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.
4. Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
5. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar